[FF/1S] SONGFIC -You Belong With Me

Title : You Belong With Me


Author : REANN

Rate : STRAIGHT/PG-13

Cast :
❤ Choi Minho – Minho ❤
❤ Yoon Minji – YOU [Readers] ❤
❤ Koo Hara – Hara KARA ❤

AN :
Ini adalah SONGFIC pertama yang kubuat. Mianhae, kalo ceritanya terlalu polos dan terkesan dipaksakan. Buatnya juga kepepet pas liburan. Dan idenya juga muncul tiba2 tanpa direncanakan XDD. Parahnya lagi FF ini nyempi, udah kubuat lama banget….

Ada lyric yang kuubah jadi jangan salah paham yah? #plakk

============================

..I LOVE YOU..

3 kata yang mewakili seluruh perasaanku padamu. Rasanya berat sekali untuk mengungkapnya. Karena kau adalah miliknya. Sungguh sangatlah tidak adil mengingat aku yang senantiasa ada di sampingmu. Kini..hidupku terbebani dengan 3 kata yang terpendam dalam relung hatiku. Menggores sedikit demi sedikit luka yang kian menyiksa. Hanya berharap.. suatu saat kau akan menemukan 3 kata terpendam ini… CHOI MINHO…

If you could see that I’m the one who understand you
Been here all along so why can’t you see?

YOU BELONG WITH ME

========

~ Minji Point Of View ~

You’re on the phone with your girlfriend..

Kutatap lekat-lekat sosoknya dari jendela kamarku. Seperti biasanya, ia tak pernah menyadari keberadaanku yang senantiasa memperhatikannya. Apakah ia buta? Atau karena kesibukan bercengkerama bersama kekasihnya itu?
Kutajamkan pendengaranku. Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan.

She’s upset, she’s going off about something that you said…

“Jagi, aku rindu padamu. Baru 1 jam yang lalu bertemu, rasanya satu minggu tak bertemu denganmu,” samar-samar kudengar suara lembutnya mengalun pelan ditelingaku. Sayang, seribu sayang, pernyataan itu bukan ditujukan untukku.
“Eh?? Jinchayo?”. Kudengar suara gadis yang bersumber dari handphonenya. Cukup jelas untuk kudengar kurasa Minho memaksimalkan volume suara.
“Ne.. Jeongmal. Aku ingin sekali curhat padamu. Kau mau kan mendengarkanku?”
Minho pun mulai menceritakan kejadian yang menimpanya hari ini.

She doesn’t get your humour like I do …

“Oppa, sudahlah. Aku bosan”
“Apa ce.. Tutt..tutt…”
“Arggg… Hara! Kenapa dimatikan?”.
Aku bisa melihat jelas, Minho membanting handphone ke ranjangnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Hara memutus sambungan telefon saat Minho sedang berceritanya padanya…

—————————————————-

I’m in the room, it’s a typical Tuesday night…

Lagi-lagi aku memperhatikannya dari celah kecil jendela kamarku. Namun kali ini ia juga memperhatikanku. Ahh.. Memperhatikanku? Rasanya aku terlalu GR, ia sama sekali tak memperhatikanku. Jangan GR Minji, ingat! Aku bukan sesiapa bagi dirinya. Aku hanyalah seorang “sahabat” dan juga tetangganya, tak lebih! Betapa ironisnya kenyataan ini bagiku.

Gwaenchana Minji-ah… Ia memang tak memperhatikanku, melainkan membalas tatapanku. Celah jendela kamarku dan jendela kamarnya memang berada pada posisi yang tepat. Tak ayal jika tiap malam aku selalu mengamatinya, aku tau apapun yang ia lakukan di malam hari.

Aku memberanikan diri menyapanya pertama kali. Kutorehkan tinta hitam di atas selembar kertas yang bersih. Komunikasi seperti ini sudah sangat lama berlangsung di antara kami, semenjak kami duduk di bangku SD. Terkesan bodoh memang, untuk apa mengirimkan surat semacam ini? Padahal dengan mengirimkan sms juga bisa, lebih praktis mungkin. Namun kebiasaan inilah yang membuat kami saling membuka diri dan sulit sekali untuk dihilangkan, bagai adat budaya yang sudah mendarah daging.

“Kurasa seperti ini cukup <Apa yang sedang kau lakukan?>”.

Kutunjukan kertas itu padanya.
Sedetik kemudian, kulihat Minho melakukan hal yang sama denganku juga.
“Aku sedang mendengarkan lagu kesukaanku. Apakah kau mu mendengarnya juga?”
Aku tersenyum geli membacanya. Bagaimana mungkin aku bisa mendengarkan lagu yang sedang ia dengarkan?

Drrt…drrtt… Tiba-tiba handphoneku bergetar.
1 message receive
Sender : Minho
Aktifkan bluetooth hpmu, aku akan mengirimkan lagunya.

Eh?? Mengapa ia begitu ingin aku mendengarkan lagu kesukaannya?

To : Minho
Sudah 🙂

drrt…drrtt… Handphoneku bergetar untuk yang kedua kalinya.
1 file received.
Taylor Swift – You Belong with Me
Aku terbelalak. Mwo? Jincha? Inikah lagu kesukaannya? Apakah ini hanya kebetulan? Atau…

Drrtt… Drrtt
1 new message receive
Sender : Minho
Apakah kau sedang mendengarkannya? Bagaimana? Bagus tidak?

Aku..aku masih tidak percaya? Argg… Apa yang kupikirkan? Jangan berlebihan, ini hanya kebetulan semata. Aku tersenyum saat membalas pesannya.

To : Minho
Haha, untuk apa kau mengirimkannya padaku? Aku sudah teramat sering mendengarkan lagu itu. Kau tau? Itu juga lagu kesukaanku 😀

I’m listening to the kind of music she doesn’t like…

Drrt..drrtt…
1 new message receive
Sender : Minho
Kau juga meyukainya? Jeongmal? Sayang, Hara tak suka lagu ini T___T

Degggg.!!! Sesuatu bergumuruh didadaku. Sakit.
Entah sudah berapa kali aku merasakannya. Rasa sakit yang kurasakan saat orang yang kucintai becerita tentang orang yang dia cintai. Kini, pastilah airmata menggenang di pelupuk mataku. Dadaku sesak. Rasanya, jantung ini berhenti berdetak. HARA? Jadi kau menanyaiku hanya untuk ini? Membandingkan aku dan Hara? Minho-ya, tak bisakah kau berhenti berbicara mengenai Hara. Tak bisakah kau merasakan betapa sakitnya hatiku saat kau bercerita tentangnya. Apakah kau tak melihat sorot kesedihan yang terpancar kedua bola mataku. Yah, aku tau itu tak mungkin. Aku terlalu berharap kau akan memahami perasaanku.

And she’ll never know your story like I do…

Drrtt…drrt…
1 new message receive
Sender : Minji
Minji-ah…? Kau sudah tidur? Aku masih ingin bercerita denganmu, maukah kau menemaniku? >.<

Aku tersenyum. Aku harus mengabaikan rasa sakit ini. Minho membutuhkanku, aku tau ia sedang membutuhkan seseorang di sampingnya untuk menepis kekesalannya.

To : Minho
Bagaimana aku bisa tidur jika kau mengirim pesan terus menerus? Haha, ne, berceritalah. Aku juga akan menceritakan dongeng tidur untukmu XP

send …….

Malam ini cukup mengesankan bagiku. Begitu banyak kisah yang ia ceritakan padaku. Dia memintaku datang ke pertandingan basket besok. Dia juga menceritakan segala tentangnya, dan keinginannya padaku. Hara tak akan pernah mendapatkan seperti apa yang kudapatkan malam ini. Kebahagian tersendiri saat-saat kami saling membuka diri. Namun aku bukanlah gadis seberuntung Hara yang begitu mudahnya menarik simpati Minho dan mendapatkan cintanya. Aku.. hanyalah pelampiasan bagi Minho, hanya sebagai teman saat ia merasa sedih..tertekan…

—————————–

But she wear short skirts, I wear t-shirts…

Hari ini pertandingan basket LIGA SMA. Tentu saja aku harus melihatnya. Lagipula Minho yang memintaku. Arghh… Aku tak sabar menunggu pertandingan dimulai.
Kusapu seluruh pemandangan yang ada didepanku, mencari sosok orang yang ingin kuteriakkan namanya saat pertandingan dimulai. Pandanganku terhenti pada seseorang yang berdiri ditengah lapangan sana. Apa yang sedang ia lakukan? Keterlaluan, melihat pertandingan saja mengenakan rok mini. Cihh…

She’s cheer captain and I’m on the bleachers…

Pertandingan dimulai, aku begitu antusias melihatnya dari bangku penonton. Eumm, ternyata Minho pemain yang handal. Ia mengoper bola dengan lincahnya. Kualihkan pandanganku pada sosok-sosok yang sedari tadi membuat kegaduhan. Aku terbelalak tak percaya. HARA?? Jadi dia adalah cheers leader?
Dreaming bout the day when you wake up and find…
That what you’re looking for has been here…

Aku mengerti sekarang. Hara seorang cheer leader, cantik, tubuhnya ramping, tinggi, idaman semua pria. Aku tau mengapa begitu mudahnya Hara menempati relung hati Minho. Namun, tidakkah ia sedikit menyadari bahwa aku teramat sangat mencintanya. Teramat bodoh jika Minho tak kunjung tahu akan perasaanku. Ingin sekali berteriak bahwa aku mencintainya. Dan menyuruhnya pergi jauh dari kehidupanku. Aku yakin itu akan lebih baik untukku, juga untuknya. Tak akan ada lagi tempat baginya untuk menepis kekesalannya. Tak akan ada lagi sang buku diary yang selalu mendengar keluh kesahnya. Dan aku … tak akan pernah terbebani dengan perasaanku yang terpendam untuknya.

If you could see that I’m the one who undestand you…
Been here all along so why can’t you see?
You belong with me…
You belong with me…

Aku tak sanggup lagi. Jika aku tetap berdiam diri di sini aku akan melihat kebersamaan Minho dan Hara. Dan aku akan merasakan sakit untuk kesekian kalinya.

Kuputuskan untuk pulang, aku tak peduli meskipun pertandingan belum usai.

————————-

-The Next Week- [09 Desember 2010]

Walking the streets with you in your worn out jeans…
I can’t help thinking this is how it ought to be….

Seberkas sinar mentari jatuh tepat mengenai bola mataku, memaksaku tersadar dari alam yang tak kukenal. Kualihkan pandanganku pada handphone yang tergeletak dimeja.

1 message receive.
Sender : Minho
Minji-ah.. Kau sudah bangun? Kutunggu kau diluar.

“Eh? Memangnya ada apa?”, pikirku.
Segera kubuka jendela kamarku. Aku ingin memastikan apa yang sedang Minho lakukan. Kudapati dia tersenyum kearahku, seraya memberi isyarat agar aku segera menemuinya diluar.

“Ada apa? Sepertinya ada hal penting yang ingin kau bicarakan”, ucapku memulai pembicaraan saat menemuinya. Ternyata dia sudah menungguku di depan pintu. Kuamati Minho dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rasanya ada yang aneh. Ahh, ternyata dia mengenakan tshirt pemberianku saat ultahnya tahun lalu dipadu dengan jeans. Namun.. Tunggu…
9 Desember? Bukankah itu hari ini… Berarti.. Astaga! Aku baru ingat jika hari ini adalah ulang tahunnya.

“Mengapa kau menatapku seperti itu?” sungut Minho kesal. Aku hanya terkekeh mendengarnya.

“Minji-ah?”
“Ne..”,
“Temani aku jalan-jalan,, Please… Hari ini saja!!”. Minho memelas.
“Eh?”
“Kemana dia akan mengajakku? Kurasa, ini saat yang tepat untuk mengucapkannya”, batinku.
“Tentu saja, aku akan menemanimu. Emm.. Tunggu sebentar, aku ingin mengambil sesuatu”, ucapku.
“Jangan lama-lama,” teriak Minho.

Aku kembali dengan lipatan kertas yang terselubung dalam saku jeansku. Kertas yang sudah lama ingin kutunjukkan padanya. Sayang, aku tak punya keberanian untuk meberikan padanya. Alhasil, kertas itu hanya kusimpan dibawah bantal. Mungkin kertas ini sama sekali tak akan ada artinya bagi Minho. Tapi…… Karena selembar kertas putih nan suci sebagai ungkapan sucinya perasaanku pada Minho inilah .. yang senantiasa membuatku termenung dalam anganku. Seringkali aku memikirkan kapan tibanya waktu bagiku untuk mengungkap semua ini?

“Minji-ah… “, Minho memanggilku lirih.
“Ne…”
“Minji-ah…”. Minho memanggilku untuk kedua kalinya. Kali ini nada suaranya terdengar manja. Aku hanya balas menatapnya heran. Ada apa dengan anak ini? Apa dia salah makan?
Tiba-tiba Minho melepas ikatan yang tersimpul di rambutku. Hingga rambutku tergerai. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.
“Lihatlah, Kau lebih cantik dengan rambut tergerai”, ucapnya seraya menunjukkan kaca di depan mukaku. Namun yang terlihat olehku bukanlah rambutku yang tergerai, melainkan mukaku yang sudah semerah tomat rebus. Omo!! Apa yang terjadi pada diriku? Kujauhkan cermin yang ada di hadapanku itu.

“Waeyo? Kau tak suka bercermin ya?” Minho mengerucutkan bibirnya. Kusambar cermin dari tangannya dan ku arahkan cermin itu ke depan wajahnya.
“Lihat ini! Kau yang lebih pantas untuk bercermin”.
“Hahaha.. ternyata aku tampan ya? Kau benar, hanya orang-orang berparas baik seperti aku yang pantas bercermin”.

Aku hendak melempar sneaker yang kupakai, namun Minho sudah lebih dulu melarikan diri. Ia menjulurkan lidahnya, memberi kesan “imut dan menggemaskan” bagi siapa saja yang melihatnya. Ya Tuhan, sungguh aku rela menukar kehidupanku di hari esok hanya untuk bersenang-senang bersama Minho. Hari ini saja… Aku mohon… Dan setelah itu Aku sungguh
Hahahaha, aku benar-benar menikmati kebersamaanku dengannya. Sempat terlintas di benakku, akankah seperti ini juga jika Hara bersamanya?
Kuhentikan langkahku. Mendadak moodku hilang, perasaanku galau. Haruskah kukatakan padanya? Aku hendak mengeluarkan kertas dari sakuku saat seseorang menggenggam tanganku. Kudongakkan wajahku untuk melihat sosok yang telah menghalangi tanganku.

“Minho?” desahku.
“Kkaja!”. Ia menarik paksa tanganku, membawaku menuju ke taman yang sering kami kunjungi setiap minggu pagi. Namun, 5 bulan semenjak Hara dan Minho berpacaran, kami tak pernah mengunjungi taman ini lagi.

 

Laughing on the park bench think to myself… Hey isn’t this easy???


Kami terus berjalan mengitari setiap sudut taman. Aku mulai merasa jenuh, semenjak tiba di taman ini kami tak berbicara sepatah katapun. Rasanya ada memory yang membangun jurang pemisah di antara aku dan Minho.
“Sudah lama”, ucap Minho memecah keheningan di antara kami.
“Lama? Apanya?”. Aku pura-pura tak tahu. Hey… aku memang tak tahu apa yang ia katakan?
“Yaa kau ini! Begitu mudahnya melupakan tempat ini! Apa tak ada memory yang tersangkut di benakmu akan taman ini?” Minho kembali mengerucutkan bibirnya. Selalu saja seperti itu. “Emm..sepertinya aku pernah mengunjungi tempat ini?” sahutku. Kepalan tangan Minho sukses mendarat mulus di puncak kepalaku. Aku mengerang, sakit, namun dia malah tertawa puas atas reaksi yang kuberikan.

And you’ve got a smile that could light up this whole town…

Aku menarik nafas dalam-dalam menghembuskannya. Aku perlu mengumpulkan hasil pembakaran Oksigen dalam paru-paruku untuk memberanikan diri mengajukan satu pertanyaan. Hanya satu…

“Minho-ya..”, panggilku lirih. Minho balik menatapku. Tatapan itu? Ahh,, aku tak sanggup menghindari tatapan matanya yang selalu sukses membuatku salah tingkah.

“Katakanlah..”, ucap Minho kemudian, membuatku terhenyak. Begitu mudahkah pikiranku terbaca olehnya?

“Hara..”, mendadak nama itu yang terucap dari bibirku.

“Kau pasti ada masalah dengannya kan?” akhirnya pertanyaan yang belakangan ini selalu menggelitikku terlontar sudah. Aku hanya butuh kepastian darinya. Belakangan ini, aku melihat perubahan sikap pada Minho, tepatnya semenjak pertandingan BASKET LIGA SMA usai.
Ia menjadi sosok yang? Emm, pendiam dan suka mengurung diri.

“Jangan ingatkan aku akan kenangan buruk masa lalu, yang sudah terhempas kenangan indah didepan mataku saat ini”.
Aku terdiam. Aku berusaha mencerna kata demi kata yang terlontar dari bibir manisnya. Kuberanikan diri menatap wajahnya, seolah meminta penjelasan atas apa yang telah ia ucapkan.

“Aku sudah putus dengannya..”, tanpa kutanya ia sudah mengatakan yang sebenarnya. Ah, anak ini? Apakah kau benar-benar bisa membaca pikiranku?

“Mengapa? Bukankah kau sangat mencintainya? Susah payah kau mendapatkannya, namun begitu mudahnya kau lepas Hara”.
“Bagaimana aku bisa mempertahankan rasa cintaku pada Hara jika Ia justru meruntuhkannya? Ia selingkuh… Dan bodohnya aku terlalu lambat menyadarinya…”
“Baru kusadari rasa cintaku padanya tak sebesar rasa cinta se…”, Minho menggantungkan kalimatnya. Ia tersenyum menatapku. Senyum yang jarang kulihat semenjak kekalahannya dalam pertandingan basket, emm, kurasa lebih tepat jika aku mengatakan semenjak ia putus dengan Hara. Senyum yang mampu mencairkan suasana.

I haven’t seen it in awhile, since she brought you down…
Yo say you fine, I know you better than that…

“Kau tidak apa?”, ucapku memastikan keadaannya. Sedari tadi ia hanya menatapku sesekali tersenyum. Apakah ada yang aneh dengan wajahku?

“hahahha, gwaenchanayo, keadaanku sangat baik semenjak kau menemaniku di sini”. Kurasakan wajahku memanas saat ini, ucapannya barusan seakan memancarkan radiasi kalor yang begitu cepat. Hingga dalam hitungan detikpun mampu menyingkap rona merah diwajahku.

“Mukamu lucu, hahahha”, Minho melayangkan jari telunjuknya ke arah wajahku. Ia kembali menatapku. Ahh, Minho-ya jangan begitu. Kau bisa membuat mati kutu. Tiba-tiba ia melepas kaca mataku.
“Kaca mata ini menghalangi kenampakan matamu yang indah”.
“Yaa! Kau ini seenaknya saja melepas aksesorisku”, protesku.
“Ini tidak bisa dikatakan sebagai aksesoris jika tidak membuat wajahmu menjadi lebih baik”,
“Jadi, maksudmu aku ini buruk rupa ya?” aku menghela nafas. Ia hanya tertawa mendengar pernyataanku.

“Minho-ya…”
“Ne?”
“Aku ingin menunjukkan sesuatu”, susah payah aku merangkai 4 kata ini menjadi sebuah kalimat.
“Tunjukkanlah, aku penasaran, apa kau ingin memberiku sesuatu?”. Aku tak menjawab. Saat ini lidahku terlalu kelu untuk angkat bicara. Kukeluarkan secaris kertas yang terlipat dari dalam sakuku.
“Jangan kau hiraukan goresan tinta didalamnya. Aku hanya ingin mengurangi beban hati yang selama ini memberatkanku…”, aku berbalik meninggalkan Kibum.
“Aku sudah mengatakannya. Meskipun hanya melalui tinta yang tergores di atas selembar kertas putih. Aku harap perasaanku padanya tak akan menjadi beban dalam hidupku. Toh, aku sudah mengatakannya”, batinku.
“Jangan pergi..”. Minho mencoba menghentikan langkahku, namun aku tak peduli.
Aku hanya belum siap mendengar apa yang ia katakan. Mungkin, Minho akan berkata bahwa ia tak mencintaiku. Dan saat aku mendengar pernyataan itu, hati yang rentan ini akan remuk saat itu juga. Aku belum siap…sungguh, sama sekali tak siap…

Langkahku terhenti karena seseorang memeluk pinggangku dari belakang.
“Jangan pergi..aku mohon”. Suara itu? Minho? Benarkah ini suaramu?
“aku belum mengatakan bahwa aku juga punya sesuatu yang ingin kutunjukan padamu”, bisiknya lirih di telingaku. Aku berbalik tanpa menatapnya sedikitpun. Ia memberikan secarik kertas padaku.

Aku membukanya perlahan…
———————————
Oh, I remember I driving to your house in the middle of the night…
You’re the one who makes me happy when I know I’m about to cry…
You know my favorite song and I tell you about my dreams…
I think I know where I belong. I think I know it’s with you…

I can see thant you’re the one understand me… Been here all along so I can see… I belong with you …

Minji-ya
❤ Neomu SARANGHAEYO ❤
———————————-
Kugelengkan kepalaku kuat-kuat. Benarkah ini untukku? Atau aku yang salah baca?

Aku melipat surat itu.

“Kau tak bisa membohongi dirimu sendiri. Apa ini? Kau sangat mencintai Hara…semua orang tau itu!” ucaku kalap. Orang-orang yang berlalu lalang disekitar kami, menatap kearahku. Mungkin mereka akan mengira kami sepasang kekasih yang sedang bercekcok.

“Tidak! Kau salah! Itu bukan cinta yang sebenarnya kurasakan. Hanyalah sebuah obsesi atas rasa kagumku pada Hara. Minji aku mohon! Kaulah yang selama ini kucintai, dan kaulah yang selama ini mecintaiku dengan tulus. 2 minggu ini, aku selalu galau memikirkan hal ini. Aku takut jika..”

“Aku takut jika kau tak mau berada disampingku lagi”, lanjutnya.
Minho menunduk lemah.

“Maafkan aku, aku…aku benar-benar minta maaf. Sebenarnya .. Aku juga tau jika kau menyukaiku. Aku, hanya pura-pura tidak tahu. Aku tak ingin kau terluka, hanya itu, sungguh! Dan baru kusadari bahwa kaulah yang kucintai Minji-ya… Aku tersiksa saat kau tak ada disampingku, menemaniku… Aku mohon, tetaplah disisiku. Jangan pergi..”. Minho duduk tersimpuh di depanku. Minho-ya..benarkah yang kau katakan itu?
Tak terasa, air mata ini mengalir perlahan membasahi pipiku. Apakah aku sedih? Tidak. Bahagia? Entahlah, aku bagaikan tersengat aliran listrik. Semua ini terlalu mengejutkan bagiku…

“Minho, bangunlah. Jangan seperti ini.. Temani aku jalan-jalan di taman ini”.

“Jadi? Kau menerimaku kan?”. Ia berdiri seraya menatapku dengan binar matanya. Aku hanya tersenyum. Ahh, benarkah aku sudah menerima cintanya? Minho dan Minji…. Kini sepasang kekasih? Janggal sekali kedengarannya… Aku tak habis pikir… Penantianku akan berakhir seperti ini… Di tempat ini… Dan kisah cintaku baru akan dimulai saat ini juga, saat penantian akan cintaku berakhir…

If you could see that I’m the one who understand you…
Been here all along so you can see…
You belong with me…

=======END=======

 

About kkangrii

| Moslem |

Posted on 24 January 2011, in Riyantika Sussi, SHINee Fanfiction and tagged , , . Bookmark the permalink. 5 Comments.

  1. hiiihh kereeeeeeennn… ^O^
    ini lagu favoritku jugaa 😀

  2. suka 🙂

  3. keren…

Leave a reply to justayeoja Cancel reply